Sumber : Singgalang 10-11 Oktober 2009
Sayap Maut
sepasang sayap menyembul di punggungmu
saat senja hendak turun
aku berdiri
di sekitar pagar kawat duri
tanpa kepak sayap nuri
nuri terbang tinggi
kauturut pergi
duri di laman mulai luruh
kaupun menjauh
tanpa kepak sayap terpaut
kita terasa dekat dengan maut
Rumah Teduh, 2007
Setelah Maut
bunga karang dan kasih sayang
merebak di atas makam, ketika
lepas tubuh dari bayang-bayang
doa-doa meriak
langkah pun menjarak
2008-2009
Jagung Kiriman
ladang jagung
dihalangi pagar duri
ketika kaukupas kulit
tampaklah daging meluka
ketika kaucongkel isi
tampaklah biji dengki
kemana telah kaukirim
batang menjulang berserabut
melewati duri di pagar, oh
sekeranjang kulit, daging, biji dan luka, oh
kaukupas kaucongkel juga
2007-2009
Pulau
: lina
mari ke pulau bersamaku
dipulun ombak dan
karang terjal
pantai sunyi
diteduh pohon kelapa kita bernyanyi
membuang hari
kandangpadati, 2008-2009
Penyerahan
hujan rintik di halaman
pintu dan jendela terbuka perlahan
embun pun menguap di rumah tuan
Rumah Teduh, 2007
Pencerahan
oh tuhan, cahaya bangkit
dari dalam diriku
Rumah Teduh, 2007
Sumber : Padang Ekspres 21 Juni 2009
Menggunting Dalam Lipatan
: ros
kupintal kisah kubawa nyeri
kaubuang jauh kupungut lagi
nyeri kupintal, kurajut
benang kusut
maka, jadilah kain
maka, menjelmalah ingin
kulipat kaugunting jua
kain tak beruas, tak bersua
jauh kaubuang kukenang
tajam kaugunting kupinang
2007-2009
Kupu-kupu
kupu-kupu mengitari kelopak, ketika
pagi belum bangkit di sekitar taman
penuh kabut
daun, kelopak jatuh dikibas sayap kupu-kupu
daun, kelopak rebah meninggalkan sebatang tubuh
kian rapuh
ia tak hendak membiarkan jejak tertinggal
ia tanggalkan mahkota, putik bunga, dan
serbuk sari
kupu-kupu segera mencari
taman lain;
ia tak hendak jadi kepompong di sebatang ranting, atau
ulat yang mengerat tiap lembar daun dalam taman
ia bergegas pergi
2007-2009
Kapal Pesisir
Kapal Pesisir
sebab mencintaimu seperti karang, seperti gelombang
kadang gelombang kubujuk rayu, kadang
karang kupinang-pinang
kaukah angin yang kian susut, kaukah itu
di rambutku kauraba
di kulitku kaurasa, di tubuhku
ada yang terlepas seperti angin
lekaslah merapat, menyentuh dadaku
di dadaku sunyi merapat
2007-2009
Harimau Sumatra
Harimau Sumatra
suara apa yang menggema dari dalam hutan
bukan pohon ditumbang angin
tidak kembara disesat ingin
seperti suara sepi memagut akar belukar, pada
saat malam merambat, dan
mata silau bersiraman cahaya bulan
datuk, hikayat telah diturunkan
datuk, melesat ke tiap pegunungan
serupa cakar yang berbekas, pada
setapak jalan
jejak siapa yang tertinggal hanya tanya
2007-2009
Sumber : Padang Ekspres 1 Maret 2009
Rossalina
Rossalina, dalam sakit kutuliskan sajak manis untukmu
teguklah di antara jarak dan dingin hujan
kelak kita akan saling mengerti
bahwa malam telah didatangkan
kepada kita, untuk dinikmati seharian penuh
bukalah jendela kamarmu
bulan kaku dan pohon bisu
sementara sekumpulan bintang merangsek
di sela igauku, menjelma rindu
dan, dalam sakitku kini
aku ingin mencintaimu
lebih dari sekedar sajak
luas tanpa batas, tanpa jarak
Kandangpadati, Februari 2009
Sepasang Bayang
Melintasi Suara Adzan
Setelah gema kumandang adzan berkelindan
dalam taman firdaus. Seperti sepasang bayang
Kusaksikan kebisuan kalam dan kenistaan cahaya
bersitahan mengenang patahan cinta yang agung
yang penuh gairah sesayup suara anak-anak baru pulang mengaji
menghitung jarak yang pedih dan perih merintih di waktu malam
O, bukan cinta yang kuagungkan sebagai syukur ketika sahur
serupa ibu memasak sayur di dapur
adalah kaji yang tak putus dalam sehari
malang benar hari yang tak henti sujud dalam ribuan rakaat
Di depan pintu kupastikan tegak tubuhmu pulang menujuku
dan selepas shalat aku telah melepas sakit yang mencucuk-cucuk
dalam batinku. Lalu sepasang bayang
tumbuh di tubuhku
Seperti muntahan hari yang kau suguhkan
dan Tuhan menyaksikannya melintasi suara adzan
Dumai, Februari 2008
Pantai Tuhan
Aku saksikan pantai panjang merantai di sepanjang tanjung
ia rampungkan dalam sudut yang tak sudah
lalu, sekumpulan umang-umang bergeser dihempas riak kecil
dan tongkang mulai merapat menurunkan udang
menurunkan sekelumit hidup yang pahit
seperti enggan menemu malam
Ah, bukan nelayan yang tak mau melaut
sebab orang-orang sibuk membuang minyak melempar tuba
sesampah laut mengapung dan merapat ke pantai
Kelak Tuhan akan murka, seperti musa
membelah laut dan hidup orang-orang yang khusyuk menemu pagi
kusampaikan pula pada pulau-pulau yang menyepi
bahwa setelah ini keindahan akan berlipat-lipat
lebih dari apa yang terbayangkan
Dumai, 2008
Sumber : Singgalang 11 Januari 2009
Suratmu Menikam Jantung
: kepada sangsi
kubaca tulisan panjangmu yang pantai, sayang
berpalung dalam kamar menikam jantung
kaulah gelombang. Berhempasan tak tentu arah
ke pulau. Ke penantian panjang tak berkesudahan
bersitubuh dalam kepalan waktu
aku hilang rupa
aku remuk redam
apalagi untuk bersitahan
mematah ranting putus di jalan
keridlaan jualah
yang datang. Bagai angin ingin kugenggam
seperti halnya, debu mutiara
setiap butirnya yang ikhlas
yang menempel. Melekat di pelupuk mata
kredo
Kandangpadati, September 2007
Patahan Kredo
patahan tulang-tulangku hanyut di sungai gangga
air sucinya telah keruh oleh nyeri luka
ke sungai mana lagi akan kubasuh riak-riak wajah ini?
aku merasa dipenuhi dendam kesumat berjumpalitan
kepercayaanku tumpah ruah berbuah sakit
sehingga seluruh tangis luruh dalam pori-pori
tak mampu lagi kudirikan tubuh tegap
sebab segala badan rapuh dikelemasan masa
kini kutuang air mata di cangkir kesayanganmu
agar kauteguk makna ini sebagai buah kedekatan
yang pernah kita semai di ladang tubuh kita
Pasar baru, Oktober 2007
Di Ambang Pintu
pintumu bersarang tarantula tua
tak bernama
aku mengetuk gaung dalamnya
ketukan makna kualirkan lewat ventilasi
meraung bumbung di palung pintu
berdesing lalu bising
sekali lagi
kali ini di ambang pintu
dan tarantula tua membuka jalan
aku mencarimu
Rumahteduh, September 2007
Misalkan Seorang Kolektor Mati Muda
aku adalah kalbu yang berdebu
terbang sepenuh ruang
menempel dan melekat di sudut waktu
memberi tempat pada luang
Kubiarkan tanganmu menjangkauku
meski sedepa tak terlampau
aku belum mau mati muda
dihimpit bumi dipukul penggada
nyesak dalam dada
kaulah mastodon atau gergasi
koleksiku yang berharga
kupajang dalam lemari besi
dan hidup, kuhabiskan dalam etalase sejarah
Rumahteduh, september 2007
Berita Laut
aku khidmat mendengar gemuruh gelombang
berhempasan di batu diam. Batu yang bersiteguh
di kediamannya tanpa bergeser semeter pun
aku setuju menatap jauh
lampu-lampu air. Seperti halnya mutiara
aku ikhlas dikaitkan pada langit
begitu rupa
ingin kusampaikan kabar padamu
agar tersiar tentang laut
yang begitu palung. Mencucuk-cucuk aku
seharian penuh
Tepilaut, 26 September 2007
Sumber : Padang Ekspres 13 Januari 2008
Ibu di Pagi Raya
adalah rumpun bunga dalam taman ibu
semekar hati raya yang wewarnanya berupa
kupu kumbang berterbangan mencari sudut
mata ibu yang madu, yang manis mengulit ari
sebagaimana matahari kuning masak di pucuk daun
embun menghilang
sementara bersimpuh pagi
anak-anak baru akan sekolah. Di tanah lapang.
alam bebas selalu punya kelakar
yang menarik, cerita untuk ibu
(kudengar petatah petitih nun jauh)
muasal siang dan malam
dan bunyi bansi di pematang
adalah ibu di pagi raya
Kandangpadati, Agustus 2007
Ruang Kosong
;Untuk Y dan S.R.
Hati adalah kumparan ruang kosong
yang sepi. Aku khidmat mendengar gaung dalammu
kadang kucemas-cemaskan sendiri
sebelum kau benar-benar angin yang berjumpalitan
di kedalaman khusyukku.
Telah kutempatkan hatiku di ronggamu
yang paling sunyi. Agar dapat kau cerna muntahanku
sebagai puisi.
sebagai batu yang selalu diam dalam ngalir sungai
yang betah menunggu dengan jutaan rakaat
Lalu lumut dan sesampah hulu menghampiriku
pelan-pelan.
Kandangpadati, September 2007
Misalkan Kau
Sebuah Peta Buta
Sulit bagiku membaca desir
angin di bibirmu yang pasi. Kubiar rinai basah di punggungmu
hingga membentuk lekuk dan belahan kata. Diam.
Bukitku sepi tanpa mata angin
sempat kehilangan tempat tuju
kecuali bila ada jejak langkahmu
di sepanjang jalanku
menuntunku pulang atau malah bikin aku
kembali hilang arah bahkan tersesat
Dalam ukuran skala berapa
aku dapat membaca segala apa
yang tergambar di petamu
Kandangpadati, 21 September 2007
Madah Buat Sri
Di Malam Jahanam
Kini aku menunggumu hingga palung
Suatu ketika yang telah membikin jauh
Lalu kubiarkan malam semakin pekat
semakin pedat. Aku mengumpat sendirian
di waktu yang basah genangan air mata
Air mata. Kering di belahan wajahku
mendarah dedah dalam gigil malam
kubaca makna pada pesan pendek lalu
hatiku telah mencair di lembab kulit
Ketika kau menerima pesan pendek
dari seseorang—bukan aku. Kupastikan lengkung senyummu
begitu lepas. Sedangkan aku telah melepas sakit
yang mencucuk-cucuk dalam batinku
Pasar baru, 07 Oktober 2007
Sekat
Aku sekarat disekat jaringmu
tarantula tua menghampiri aku
lalu kamu memahaminya sebagai cinta
Pasar baru, Oktober 2007
Sumber : Singgalang 2 September 2007
Dasar Lautmu; Cinta
-Sri
Sesabit cinta menyayat awan menjadi dua
Ketika senja berpulang ke sejumput usia
Kadang kala malam menyeretnya pula
Menuju sudut yang tak pernah kita mampu
Untuk menjangkaunya
Seladang padi pun berayun lembut
Diusap angin pematang dari barat
-dari rambutmu
Ah, bola mata yang kekal dalam dahaga
Mengapa tak kukuras isi samudera
Biar dapat memikatmu
Sepenuh raga yang berlabuh di dermaga
Suatu sudut ketika orang-orang
Tidak pernah berpikir untuk ke sana
Aku duduk di situ
Memandang laut bening dan biru dengan riak-riak kecil
Menunggu kapal-kapal yang akan bersandar melepas penat dan letih
Dan aku percaya, kau berada di antaranya
Menjemputku untuk pulang ke dasar lautmu
Dasar yang hanya kita mampu bertahan
Rumah Teduh, 2007
Di Ponselku
Wajahnya Berdaun Ruku-ruku
Ia dan wajah kemayu sedikit memerah
Bersama senja yang dititipkan pada lengkung bibir
Menikung cekung mencacar di bola mata
Ah, pipi yang berpasir putih
-yang di bentuk ketika senyumnya melebar
Tadi malam kulekatkan lagi pandangan pada ponsel
Yang fotonya sedang membagi arti di situ
Wajahnya yang berdaun ruku-ruku melabuhi mega
Dan ranum pucuk hidung menjulang pada bulan
Yang malamnya enggan berpulang
Belumlah lagi jemu kupandangi
Hingga pagi belum penuh sempurna di cakrawala
Ponselku berdering
Rumah Teduh, 2007
Di Saku Celanaku
Sri Menaruh Mimpi
Kelabu kelabui warna dalam lukisan
Dahaga berjelaga menentang dentang waktu
Kurakit napas di atas kanvas untuk kita bagi
Puaslah senandung kuas yang buas kunyanyikan
Membasuh rindu lusuh di pelimbahan batin
Sri menyimpan kenangan di balik dipan
Ingin melupa-ingatkan keluasan rasa rasan
Mengecap sedap kelindapan mimpi lalu―
bertalu pilu
Setumpuk kamus merumus kata
Menjadi separuh ruh di kediaman diam kita
Dan sri menaruh mimpi di saku celanaku
Agar suatu waktu kuambil dan kuceritakan
Pada ruas-ruas dunia cadas
Rumah Teduh, 2007
Di Waktuku Sri Berpantai
1
Sebentar lagi hujan berperigi air
Sri mendulang kenang dalam kelat sungai
Menyisir hilir hingga berpadu muara
Bertemu tampak perahu cadik mengguris pasir kuarsa
Basah sebab riak-riak payau menyapu bibir pantai
Pesisir dengan tapak-tapak mungil anak nelayan
Berjelantah dalam ingatan pepasir
Pernah kita bangun istana dari tumpukan debu
Dan cakrawala mengubah awan menjadi kubah
Angin menyeretnya ke laut luas tak berpenghujung
Jadi debu, abu, kelabu dalam bait waktu
Dalam jalan tempat kita mengabur
Masih subur jumputan usia
2
Ini pantai kita rakit jadi separuh perjalanan cinta
Buah kedekatan yang jatuh dari tampuk waktu
Lapuk menumpuk berpagar kayu
Dengan laman tak berpucuk bunga
Kita menertawakan ombak
Sebab tak kuasa menyeret kaki ke laut―
ke samudera biru
Kenangan hanyut yang lenyap
Kita tetap mengapung dalam gelombang
3
Sri merangkai pelangi dalam sekotak mimpi
Membangun-lamunkan ingatan buaian tidur
Lindu rindu aku sendu
Ingin menisiknya jadi hari
Untuk kita nikmati nanti
Serupa anak kecil, dalam pijakan mungil
Gigil memanggil debur ombak di laut
Mendirikan atap cakrawala dengan mega-mega kecil
Membendungnya jadi mendung
Di tepian, biduk merangkai dinding pula
Juga untuk kita nikmati
4
Payau selutut kuhadang-terjang
Sekedar memandang sri bercengkrama dalam ombak―
dalam pekik nakal
Seorang orang menyimbah setumpuk kelakar
Satu dan lain tak asing-mengasingi
Dan hujan meramu jemu jadi keriangan di bibir pantai
5
Kumulonimbus tumpang tindih di biru cakrawala
Ombak pula mesra dalam usapan angin
Jadi buih-buih pepasir yang pasi
Dan bukit-bukit landai setapak kita jejali
Sebutir keringat lekang dalam dahaga
Tapi cerita tetap tersimpan di punuk kita
Untuk didulang ulang lain ketika―
lain waktu yang ramah
Ada bekal sri bawa berlari
Kupacu langkah dalam kepingan waktu
Keping yang mencair menjadi syair
Kelak kubawa dalam sepi―
dalam hari yang kau mengerti
Rumah Teduh, 2007
Sumber : Sijori Mandiri 28 Juni 2009
Ikan Terubuk
inilah syair pemanggil yang ampuh
sangkakala mantra dari bandar teluh
dari para Batin
datanglah duhai sayang
wajah rupawan yang kini terbayang
jangan berenang ke laut sesat
nanti musim menjadi laknat
yang mengandung petaka
kembalilah, selagi gelombang belum datang
ke kampung mati
Bukik Limbuku, Juli 2008
Dari Surau Tua
Kunyanyikan Doa Subuh
surau tua tidak seperti tampak akan roboh
aku mengayun dua puluh tujuh langkah
di pagi buta tanpa suara
hanya angin dingin memanggil-manggil
di sekitar surau yang lengang
lampu badai menerangi lapik sembahyang
aku sendiri menghadapMu yang Esa
dalam dua rakaat
bisik lirihku menyebut namaMu
pohon sujud, angin sujud, gunung sago
dan segala isi bumi sujud kepadaMu
nur yang tak kunjung padam
pelita dikala sembahyang
lalu doa subuh kunyanyikan
menyeru kepada yang terlelap
kepada yang lupa mengingatMu
dari surau tua
2008
Jalan Cinta
: kepada sepasang kekasih; Erik dan Junita
ombak berkejaran di teluk
setelah tirai rindu tersibak di layar biduk
meniti jalan cinta yang panjang
Rumah Teduh, 2009
Valentine
kau teguk racun kasmaran
waktu demi waktu di pembaringan
lalu kita sama diam
sama-sama termangu
kecuali bersitatap dalam-dalam
Rumah Teduh, 2009
Jalan Kabut
yang lesap dalam kabut
yang tersingkir ke tepi jurang
kaukah lembah di kedalaman puisi?
jalan di depan semakin samar
bekas di wajah biru dan memar
ah, aku tersesat kini
menembus gunung dan cahaya malam
kembali kepada kesucian yang fana
celaka, ternyata fatamorgana
Juni 2008
Jalan Angin
di sepanjang rambutmu
kutemukan ingin
yang tiba dari lembah kenestapaan
ah, kukira ada angin yang datang
lekuklekuk tebing curam, jarakjarak bukit landai
lembah harau
ikanikan air payau
cerita ini tak henti berkabar
seperti angin lengkisau
sejalan dengan cintaku yang menceracau
ah, jalan angin juga menjadi jalan ikutan kita
dan kisah kini pun berakhir di kelok sembilan
Padang Juni 2008-Bukik Limbuku Juli 2008
Cokelat
ini, kuberikan setangkup cokelat padamu
barangkali manisnya terasa ke dalam mimpi
oh, setangkup cokelat, sejumput harapan
kini segunung rindu menyesak
ketika engkau tersentak
bekasnya telah menempel di tepi bibir
selanjutnya, engkau telah rebah di dadaku
Tarandam, Maret 2009
Kekal
gumamanmu telah membikin jarak terpental
hingga jauh. Usah lagi benang itu kau pintal
sebab barisan doa belum usai kurapal
kekasih yang kekal adalah percik api di tampuk lilin
sinar sekedar cukuplah buat berdua
berpilin-pilin kasih kita berbagi
dalam temaram malam, dalam diam
Rumah Teduh, 2009
Sungai Batanghari
Sungai panjang dengan mata buaya
mata tenang yang menentukan tempat
kapal bersandar
2009
Telanai
duh, kekasihku jauh di telanai
sementara rinduku tertahan di jenjang rumah gadang
dari telanai ke lembah anai
berapa jauhkah jarak membentang?
2009
Restoran
di sini kutemukan sebingkai senyum tenang
tanganmu menjulur ke tubuh puisi
tubuh yang memanjang di denting gelas dan aroma es durian
o, kekasihku adalah sebentuk lilin mungil
bercahaya dalam resah yang kian palung
di tepian kisah seribu satu puisi
2009