bus kota dalam dada
Sabtu, 10 September 2011
Label:
quinchy
“suara apa di dalam?” tanyamu.
ketika itu, sepulang menyiang tembakau
aku senang menyuruhmu telungkup
dan tidur di punggungmu
“suara orang menumbuk padi,” jawabku.
lalu kita seperti menemu pusung. berduyun ke langgar tepi kampung
berebut putik mentimun sebelum magrib menyaga
dan angka-angak meraja
di ceruk belukar ransam, kita kelukkan daun pakis
itulah mahkota, aku raja kau ratunya. Kita pun kawin-kawin
kisah yang dicemburui anak-anak tupai ini kelak, katamu
jadi kenangan paling harum dalam kubur
lebihi pisang panggang, randang ubi
atau pun reroti yang kemudian membesarkan anak-anakmu
di kota
di kali penghabisan, kita masih sempat menafsir rumpun kacang
menandai luka miang gabah yang cecer
barangkali pematang sawah; torotoar; bahu ibu kita
ditumbuk tahun-tahun, umpama ketela luluh dalam kue-kue
tapi tubuhmu telah bujur
“peluk dadaku. kau tahukah, tangis siapa di dalam?”
aku dekatkan telinga. batin.
“aku mendengar bus kota. ia mendekat. lalu jauh,”
tapi jawabku berganti gagau.
parau.
padang, 2007
0 komentar:
Posting Komentar